SandleNews,
Ini
danau atau kaca? Mungkin kalimat itu yang akan terucap apabila Anda berkunjung
ke Danau Weekuri di Kab Sumba Barat Daya. Airnya sebening kaca dan sangat
mempesona. Tidak perlu pikir panjang untuk langsung nyemplung.
Melewati padang
rumput yang luas dengan banyak kubur batu. Tempat inimerupakan tempat upacara
Pasola, upacara adat orang Sumba, yaitu perang-perangan menggunakan kuda dan
tombak (walau terkadang perang-perangan ini berakhir menjadi perang
sungguhan).
Melewati Pasola, kami
akan menjumpai perkampungan adat yang kuno dengan altar penyembahan dan
beberapa totem hewan. Kampung ini merupakan kampung leluhurnya. Hanya
terdapat beberapa rumah saja, tidak banyak. Di depan masing-masing rumah,
ibu-ibu dan anak-anak yang sedang menenun kain melambaikan tangan kepada kami,
salam sapa khas Sumba yang begitu hangat.
Lepas dari
perkampungan adat ini, kami mulai memasuki hutan. Jalanan masih beraspal, walau
banyak lubangnya. Kanan kiri hanyalah pohon-pohon yang didominasi pohon kelapa
dan beberapa tanaman rambat yang tinggi besar.
Hutan sudah habis,
kembali lagi ke padang-padang rumput yang luas dan rumah-rumah panggung
beratapkan rumbia membius pandangan. Sayang sekali, padang rumput seluas
ini tidak terlihat sapi atau hewan ternak perumput satupun. Padahal, daerah ini
sangat cocok untuk berternak sapi. Coba ada yang berinisiatif beternak sapi
perah, susunya bisa untuk mencerdaskan masyarakat.Akhirnya jalan aspal
berakhir, berganti menjadi jalan tanah berkerikil yang sempit.
Untuk masuk Danau
Weekuri, kami harus melalui jalur ini. Semak belukar yang lebat di kanan kiri
jalan membuat kami harus berhati-hati supaya tidak terbeset ranting-rantingnya
yang cukup tajam.
Di jalur ini savananya lebih indah, lebih
hijau, dan lebih subur. Mungkin karena tidak ada pemukiman di daerah ini. Saya
membayangkan, ada jerapah dan rusa di padang ini, soalnya kondisinya sungguh
Afrika banget.
Sesekali
burung-burung besar berwarna merah terlihat terbang sangat rendah, juga
burung-burung berwarna kuning dan hijau. Kicau burung yang merdu juga
sayup-sayup terdengar. Inilah surga bro!
Menjelang Danau Weekuri, di kiri jalan ada
rumah panggung milik warga negara Perancis yang mengelola salah satu pantai di
sini, yakni
Pantai Mandorak.
Warga negara Perancis yang kini berdomisili di Bali ini selain mengelola Pantai
Mandorak juga turut menyejahterakan rakyat sekitar dengan membangun sekolah dan
yayasan.
Diharapkan
pengelolaan ini bisa mengangkat derajat ekonomi dan pendidikan warga sekitar.
Namun sangat tidak diharapkan bila ujungnya warga negara Perancis ini membangun
resort mahal di sini.
Portal berwarna biru yang tak berfungsi
menjadi pintu gerbang Danau Weekuri. Kami parkir kendaraan kami, dan air
berwarna biru kehijauan yang dikelilingi oleh karang-karang yang tinggi
menjulang menjadi sambutan selamat datang kami.
Menakjubkan! Baru
pertama saya melihat danau seperti ini. Tidak begitu besar, namun begitu indah.
Pasir putih yang digenangi oleh birunya air laut dan gradasi hijau dari rumput
laut begitu menakjubkan.
Di ujung karang yang
berbatasan dengan laut, ombak-ombak keluar dari celah batu karang dan mengisi
air danau ini. Tebing-tebing karang di sekeliling danau ditumbuhi tumbuhan
sulur yang lebat dan hijau.
Langsung kami ceburkan diri, begitu segar!
Kamera mulai dikeluarkan dan kami mulai berpose dengan berbagai gaya.
Mengabaikan keeksotisan tempat ini.
Walaupun begitu indah, namun danau ini juga
agak bernuansa magis. Mungkin karena hanya rombongan kami saja yang berkunjung.
Kesunyian membuat deburan ombak dan deruan angin seakan berbisik kepadaku untuk
mencoba naik ke atas karang di ujung batas danau dan laut.
Akhirnya setelah puas menikmati Danau Weekuri
dari dalamnya, saya mencoba naik ke atas bukit karang yang mengelilinginya.
Mendaki perlahan menghindari batu karang yang lancip, mencoba menggapai puncak
danau ini.
Lautan luas di bawah menghantam tebing-tebing
karang di bawah saya dan mengikisnya perlahan. Padang rumput hijau yang begitu
luas di belakang sangat kontras dengan birunya lautan di depan.