Selamat Datang Di Blog Anak Pantai Walakiri - Situs Berita Terpercaya dan Akurat - Walakiri - Nusa Tenggara Timur sandelNews: Mahkamah Konstitusi

Tuesday, 22 December 2015

Mahkamah Konstitusi

Perselisihan Hasil Pilkada 2015

Perselisihan Hasil Pilkada Serentak
Tahapan Pencoblosan
Salah satu tahapan akhir pelaksanaan pilkada serentak 2015 yang akan menjadi sorotan publik adalah perselisihan hasil pilkada.

Setidaknya ada dua pertanyaan mendasar terkait dengan perselisihan hasil pilkada serentak 2015. Pertama, persoalan konstitusionalitas kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memutus perselisihan hasil pilkada. Kedua , persoalan kapasitas kelembagaan MK dalam memutus perselisihan hasil pilkada serentak dalam tenggat waktu 45 hari sebagaimana ditentukan undang-undang.

Dalam ketentuan Pasal 157 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 2015 ditegaskan bahwa perkara perselisihan hasil pilkada diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus. Badan peradilan khusus dibentuk sebelum pelaksanaan pilkada serentak nasional, yang pelaksanaannya direncanakan pada 2027.

Karena itu, ketentuan Pasal 157 ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 2015 mengamanatkan perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil pilkada diperiksa dan diadili oleh MK sampai dibentuknya badan peradilan khusus. Pertanyaannya kemudian adalah apakah kewenangan MK memutus perkara perselisihan hasil pilkada itu konstitusional, padahal MK telah menyatakan diri tidak berwenang?

Jawabannya adalah konstitusional. Landasan konstitusionalitas kewenangan itu ada pada Putusan MK Nomor 97/PUUXI/ 2013 yang dalam amarnya juga menyatakan bahwa MK masih berwenang memutus perkara perselisihan hasil pilkada sebelum ada lembaga yang ditentukan oleh pembentuk undang-undang.

Namun, amar putusan itu tentu harus tetap dimaknai bahwa kewenangan MK memutus perselisihan hasil pilkada serentak adalah wewenang tambahan yang bersifat sementara pada masa peralihan. Sudah seharusnya sebelum pilkada serentak nasional yang akan dilaksanakan pada 2027, kewenangan ini tidak ada pada MK lagi.

Keseluruhan perkara tersebut harus diperiksa, diadili, dan diputus dalam waktu 45 hari. Tentu jauh lebih berat jika dibandingkan dengan penanganan perkara perselisihan pemilukada masa lalu yang pelaksanaannya tidak bersamaan. Potensi banjir perkara pilkada sesungguhnya telah diantisipasi oleh UU Nomor 8 Tahun 2015, yaitu dengan menetapkan persyaratan pengajuan perkara perselisihan hasil pilkada.

Peserta pilkada (pemohon) hanya dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan penghitungan suara jika terdapat perbedaan perolehan suara paling banyak antara 0,5% sampai 2% antara pemohon dan pasangan calon peraih suara terbanyak berdasarkan penetapan hasil penghitungan suara oleh KPU/KIP provinsi/kabupaten/ kota (termohon).

No comments:

Pengelolaan Pendidikan

Pengelolaan pendidikan adalah pengaturan kewenangan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh Pemerintah, pemerintah provins...