Selamat Datang Di Blog Anak Pantai Walakiri - Situs Berita Terpercaya dan Akurat - Walakiri - Nusa Tenggara Timur sandelNews: KURIKULUM 2013

Saturday, 20 August 2016

KURIKULUM 2013

METODE PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013


a.      Pendekatan Saintifik
Ada lima kegiatan utama di dalam proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik, yaitu:
1.      Mengamati
Mengamati dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan mencari informasi, melihat, mendengar, membaca, dan atau menyimak.
2.      Menanya
Menanya untuk membangun pengetahuan peserta didik secara faktual, konseptual, dan prosedural, hingga berpikir metakognitif, dapat dilakukan melalui kegiatan diskusi, kerja kelompok, dan diskusi kelas.
3.      Mencoba
Mengeksplor/mengumpulkan informasi, atau mencoba untuk meningkatkan keingintahuan peserta didik dalam mengembangkan kreatifitas, dapat dilakukan melalui membaca, mengamati aktivitas, kejadian atau objek tertentu, memperoleh informasi, mengolah data, dan menyajikan hasilnya dalam bentuk tulisan, lisan, atau gambar.
4.      Mengasosiasi 
Mengasosiasi dapat dilakukan melalui kegiatan menganalisis data, mengelompokan, membuat kategori, menyimpulkan, dan memprediksi/mengestimasi.
5.      Mengkomunikasikan
Mengomunikasikan adalah sarana untuk menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, gambar/sketsa, diagram, atau grafik, dapat dilakukan melalui presentasi,  membuat laporan, dan/ atau unjuk kerja.

b.      Model Pembelajaran
Pengertian model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.Model pembelajaran merupakan bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Ada banyak model pembelajaran dan beberapa yang disarankan di dalam kurikulum 2013 diantaranya adalah:
a)      Inquiry Based Learning
IBL adalah suatu cara untuk mempertanyakan, mencari pengetahuan (informasi), atau mempelajari suatu gejala. Berikut adalah langkah-langkah pembelajaran inquiry learning:
1.      Observasi/Mengamati;
2.      Mengajukan pertanyaan;
3.      Mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban/ mengasosiasi atau melakukan penalaran;
4.      Mengumpulkan data yang terakait dengan dugaan atau pertanyaan yang diajukan/memprediksi dugaan;
5.      Merumuskan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan data yang telah diolah atau dianalisis, mempresentasikan atau menyajikan hasil temuannya.
b)      Discovery Based Learning
Discovery Learning adalah didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Berikut adalah langkah-langkah pembelajaran discovery learning:
1.      Stimulation (memberi stimulus); bacaan, atau gambar, atau situasi, sesuai dengan materi pembelajaran/topik/tema.
2.      Problem Statement (mengidentifikasi masalah); menemukan permasalahan menanya, mencari informasi, dan merumuskan masalah.
3.      Data Collecting (mengumpulkan data); mencari dan mengumpulkan data/informasi, melatih ketelitian, akurasi, dan kejujuran, mencari atau merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah
4.      Data Processing (mengolah data); mencoba dan mengeksplorasi pengetahuan konseptualnya,  melatih keterampilan berfikir logis dan aplikatif.
5.      Verification (memferifikasi); mengecek kebenaran atau keabsahan hasil pengolahan data, mencari sumber yang relevan baik dari buku atau media, mengasosiasikannya menjadi suatu kesimpulan.
6.      Generalization (menyimpulkan); melatih pengetahuan metakognisi peserta didik.
c)      Project Based Learning
Pembelajaran berbasis proyek telah dikaitkan dengan “situated learning” dari perspektif James G. Greeno (2006) dan pada teori konstruktivis Jean Piaget. Sebuah deskripsi yang lebih tepat dari proses PjBL yang diberikan oleh Blumenfeld et al. mengatakan bahwa, “Pelajaran berbasis proyek adalah perspektif yang komprehensif berfokus pada pengajaran dengan melibatkan siswa dalam penyelidikan.
PjBL (project-based learning) adalah model pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran disekitar proyek.Proyek adalah tugas yang kompleks, berdasarkan pertanyaan menantang atau masalah, yang melibatkan siswa dalam desain, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, atau kegiatan investigasi; memberikan siswa kesempatan untuk bekerja relatif otonom selama jangka waktu yang diperpanjang; dan berujung pada produk yang realistis atau presentasi.
Di dalam pembelajaran berbasis proyek, siswa menjadi terdorong lebih aktif di dalam belajar mereka.Produk yang dibuat siswa selama proyek memberikan hasil yang secara otentik dapat diukur oleh guru atau instruktur di dalam pembelajarannya.Oleh karena itu, di dalam Pembelajaran Berbasis Proyek, guru atau instruktur menjadi pendamping, fasilitator, dan dituntut untuk memahami pikiran siswa.
Ketika siswa bekerja di dalam tim, mereka menemukan keterampilan merencanakan, mengorganisasi, negosiasi, dan membuat konsensus tentang isu-isu tugas yang akan dikerjakan, siapa yang bertanggungjawab untuk setiap tugas, dan bagaimana informasi akan dikumpulkan dan disajikan. Keterampilan-keterampilan yang telah diidentifikasi oleh siswa ini merupakan keterampilan yang amat penting untuk keberhasilan hidupnya, dan sebagai tenaga kerja merupakan keterampilan yang amat penting di tempat kerja.Karena hakikat kerja proyek adalah kolaboratif, maka pengembangan keterampilan tersebut berlangsung di antara siswa. Di dalam kerja kelompok suatu proyek, kekuatan individu dan cara belajar yang diacu memperkuat kerja tim sebagai suatu keseluruhan.
Tahapan Project Based Learning
1.      Menentukan pertanyaan dasar (Essential question); Model pembelajaran berbasis proyek selalu dimulai dengan menemukan apa sebenarnya pertanyaan mendasar, yang nantinya akan menjadi dasar untuk memberikan tugas proyek bagi siswa (melakukan aktivitas). Tentu saja topik yang dipakai harus pula berhubungan dengan dunia nyata.
2.      Membuat desain proyek (Designing Project Plan); Selanjutnya dengan dibantu guru, kelompok-kelompok siswa akan merancang aktivitas yang akan dilakukan pada proyek mereka masing-masing. Semakin besar keterlibatan dan ide-ide siswa (kelompok siswa) yang digunakan dalam proyek itu, akan semakin besar pula rasa memiliki mereka terhadap proyek tersebut.
3.      Menyusun penjadwalan (Creating Schedule);Selanjutnya, guru dan siswa menentukan batasan waktu yang diberikan dalam penyelesaian tugas (aktivitas) proyek mereka.
4.      Memonitor kemajuan proyek (Monitor the progress); Dalam berjalannya waktu, siswa melaksanakan seluruh aktivitas mulai dari persiapan pelaksanaan proyek mereka hingga melaporkannya sementara guru memonitor dan memantau perkembangan proyek kelompok-kelompok siswa dan memberikan pembimbingan yang dibutuhkan.
5.      Penilaian hasil (Assess the outcome); Pada tahap berikutnya, setelah siswa melaporkan hasil proyek yang mereka lakukan, guru menilai pencapaian yang siswa peroleh baik dari segi pengetahuan (knowledge) terkait konsep yang relevan dengan topik, hingga keterampilan dan sikap yang mengiringinya.
6.      Evaluasi pengalaman (Evaluate the experiment). Terakhir, guru kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk merefleksi semua kegiatan (aktivitas) dalam pembelajaran berbasis proyek yang telah mereka lakukan agar di lain kesempatan pembelajaran dan aktivitas penyelesaian proyek menjadi lebih baik lagi.
Kriteria Project Based Learning:
1.      Sentralitas (centrality),belajar konsep-konsep inti suatu disiplin ilmu melalui proyek. Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek adalah terfokus pada pertanyaan atau masalah, yang mendorong siswa menjalani dengan kerja keras konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti atau pokok dari disiplin. Kriteria ini sangat halus dan agak susah diraba. Definisi proyek (bagi siswa) harus dibuat sedemikian rupa agar terjalin hubungan antara aktivitas dan pengetahuan konseptual yang melatarinya yang diharapkan dapat berkembang menjadi lebih luas dan mendalam.
2.      Pertanyaan mengemudi (driving question), Biasanya dilakukan dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan atau ill-defined problem. Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek mungkin dibangun di sekitar unit tematik, atau gabungan (intersection) topik-topik dari dua atau lebih disiplin, tetapi itu belum sepenuhnya dapat dikatakan sebuah proyek. Pertanyaan-pertanyaan yang mengejar siswa, sepadan dengan aktivitas, produk, dan unjuk kerja yang mengisi waktu mereka, harus digubah (orchestrated) dalam tugas yang bertujuan intelektual.
3.      Investigasi konstruktif (constructive investigations), Proyek melibatkan siswa dalam investigasi konstruktif. Investigasi mungkin berupa proses desain, pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, discovery, atau proses pembangunan model. Akan tetapi, agar dapat disebut proyek yang memenuhi kriteria Pembelajaran Berbasis Proyek, aktivitas inti dari proyek itu harus meliputi transformasi dan konstruksi pengetahuan (dengan pengertian: pemahaman baru, atau keterampilan baru) pada pihak siswa. Jika pusat atau inti kegiatan proyek tidak menyajikan “tingkat kesulitan” bagi anak, atau dapat dilakukan dengan penerapan informasi atau keterampilan yang siap dipelajari, proyek yang dimaksud adalah tak lebih dari sebuah latihan, dan bukan proyek Pembelajaran Berbasis Proyek yang dimaksud.
4.      Otonomi (autonomy); Berbasis Proyek lebih mengutamakan otonomi, pilihan, waktu kerja yang tidak bersifat rigid, dan tanggung jawab siswa daripada proyek tradisional dan pembelajaran tradisional.
5.      Realism;Proyek adalah realistik. Karakteristik proyek memberikan keontentikan pada siswa. Karakteristik ini boleh jadi meliputi topik, tugas, peranan yang dimainkan siswa, konteks dimana kerja proyek dilakukan, kolaborator yang bekerja dengan siswa dalam proyek, produk yang dihasilkan, audien bagi produk-produk proyek, atau kriteria di mana produk-produk atau unjuk kerja dinilai. Pembelajaran Berbasis Proyek melibatkan tantangan-tantangan kehidupan nyata, berfokus pada pertanyaan atau masalah otentik (bukan simulatif), dan pemecahannya berpotensi untuk diterapkan di lapangan yang sesungguhnya.
d)      Problem Based Learning   
PBL (Problem-based learning) merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana siswa secara aktif belajar melalui pemecahan masalah.Yang menjadi esensi dari PBL adalah siswa dituntut belajar mengenai strategi berfikir sekaligus belajar materi pelajaran, melalui pemecahan masalah yang sesuai dengan permasalah kehidupan nyata. Permasalahan dunia nyata (real world) inilah yang membuat PBL menjadi menarik dan membuat tingginya tingkat minat siswa[15]. Sifatmetode inimerangsangrasa ingin tahu danmendorongketerlibatan.Namun, Alasan utamaPBLefektifadalah karena membuat siswamenggunakan kemampuan berpikir tingkat tinggi.Tidak sepertihanyamemecahkan teka-tekiyang ditawarkanoleh guru, menemukan jawabanuntukmasalah di dunia nyatamemilikifactortambahan yangmemuaskandalam artibahwasiswamembuatkontribusi.
Barrow mendefiniskan model pembelajaran PBL sebagai berikut:
1.      Pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered learning);
2.      Pembelajaran dilakukan dalam kelompok kecil, idealnya 6-10 orang;
3.      Guru bertindak sebagai fasilitator atau tutor yang membimbing siswa;
4.      Permasalah merangsang pembelajaran berdasarkan fokus yang dibangun dan ditentukan oleh kelompok;
5.      Permasalahan adalah kendaraan untuk pengembangan keterampilan pemecahan masalah yang merangsang proses kognitif;
6.      Pengetahuan baru diperoleh melalui diri pribadi siswa (self directed learning).
Tahapan Problem Based Learning
Tahap 1: Penyampaian Ide (Ideas)
Pada tahap ini dilakukan secara curah pendapat (brainstorming). Siswa merekam semua daftar masalah (gagasan, ide) yang akan dipecahkan. Mereka kemudian diajak untuk melakukan penelaahan terhadap ide-ide yang dikemukakan atau mengkaji pentingnya relevansi ide berkenaan dengan masalah yang akan dipecahkan (masalah aktual, atau masalah yang relevan dengan kurikulum), dan menentukan validitas masalah untuk melakukan proses kerja melalui masalah.
Tahap 2: Penyajian Fakta yang Diketahui (Known Facts)
Pada tahap ini, mereka diajak mendata sejumlah fakta pendukung sesuai dengan masalah yang telah diajukan.Tahap ini membantu mengklarifikasi kesulitan yang diangkat dalam masalah.Tahap ini mungkin juga mencakup pengetahuan yang telah dimiliki oleh mereka berkenaan dengan isu-isu khusus.
Tahap 3: Mempelajari Masalah (Learning Issues)
Siswa diajak menjawab pertanyaan tentang, “Apa yang perlu kita ketahui untuk memecahkan masalah yang kita hadapi?”.Setelah melakukan diskusi dan konsultasi, mereka melakukan penelaahan atau penelitian dan mengumpulkan informasi.Siswa melihat kembali ide-ide awal untuk menentukan mana yang masih dapat dipakai.Seringkali, pada saat para siswa menyampaikan masalah-masalah, mereka menemukan cara-cara baru untuk memecahkan masalah. Dengan demikian, hal ini dapat menjadi sebuah proses atau tindakan untuk mengeliminasi ide-ide yang tidak dapat dipecahkan atau sebaliknya ide-ide yang dapat dipakai untuk memecahkan masalah.
Tahap 4: Menyusun Rencana Tindakan (Action Plan)
Pada tahap ini, siswa diajak mengembangkan sebuah rencana tindakan yang didasarkan atas hasil temuan mereka. Rencana tindakan ini berupa sesuatu (rencana) apa yang mereka akan lakukan atau berupa suatu rekomendasi saran-saran untuk memecahkan masalah.
Tahap 5: Evaluasi
Tahap evaluasi ini terdiri atas tiga hal: 1) bagaimana siswa dan evaluator menilai produk (hasil akhir)   proses, 2) bagaimana mereka menerapkan tahapan proses belajar mengajar untuk bekerja melalui masalah, dan 3) bagaimana siswa akan menyampaikan pengetahuan hasil pemecahakan masalah atau sebagai bentuk pertanggung jawaban mereka belajar menyampaikan hasil-hasil penilaian atau respon-respon mereka dalam berbagai bentuk yang beragam, misalnya secara lisan atau verbal, laporan tertulis, atau sebagai suatu bentuk penyajian formal lainnya. Evaluator menilai penguasaan bahan-bahan kajian pada tahap tersebut melalui siswa.
Karakteristik Problem Based Learning
1.      Autentik, yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa dari pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu;
2.      Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya akan menyulitkan penyelesaian siswa itu sendiri;
3.      Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa;
4.      Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran, yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia.  Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan;

Bermanfaat, yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir memecahkan masalah siswa, serta membangkitkan motivasi belajar siswa.

Pengelolaan Pendidikan

Pengelolaan pendidikan adalah pengaturan kewenangan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh Pemerintah, pemerintah provins...