TEORI BEHAVIORISTIK
DALAM PEMBELAJARAN
DISUSUN
OLEH :
Nama
: OKTOVIANUS
KORNELIS RABA
NIM : 50063896
PROGRAM
STUDI MAGISTER PENDIDIKAN DASAR
UNIVERSITAS
TERBUKA
2016
KATA
PENGANTAR
Segala Pujian dan syukur penulis
ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas pertolonganNya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini tepat waktu. Ungkapan terima
kasih, Penulis sampaikan kepada pengampu mata kuliah Integrasi Teori dan Praktek Pembelajaran,
yang memberi kontribusi bagi penulis sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.
Makalah ini penulis buat sebagai
salah satu tugas dalam mata kuliah Integrasi
Teori dan Praktek Pembelajaran di Program Studi
Pascasarjana Universitas Terbuka.
Yang membahas
tentang Prinsip prinsip
Penyelenggaraan Pendidikan Dasar.
Penulis menyadari makalah ini jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan segala saran dan
kritik yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.
Waingapu, Februari 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………… i
DAFTAR ISI ………………………………………………………….. ii
BAB I
PENDAHULUAN ……………………………………………. 1
A. Latar Belakang …………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………… 1
C. Tujuan ……………………………………………………. 1
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………..... 3
A. Pengertian .............................……………………..…….... 3
B. Teori dalam
Pandangan Behavioristik …………………….. 3
C. Kelebihan dan
Kekurangan Teori Behavioristik ………….. 8
BAB III PENUTUP ……………………………………………………. 9
A.
Simpulan …………………………………………………… 9
B.
Saran …..…………………………………………….. 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Belajar merupakan kegiatan
seseorang untuk melakukan aktifitas belajar. Menurut Piaget belajar adalah aktifitas
anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Menurut pandangan
psikologi behavioristik merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan
respon. Seseorangyang telah selesai
melakukan proses belajar akan menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini yang penting dalam belajar adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Jika ditinjau dari konsep atau teori, teori behavioristik ini tentu berbeda
dengan teori yang lain. Hal ini dapat kita lihat dalam pembelajaran
sehari-hari dikelas. Ada berbagai asumsi atau pandangan yang muncul tentang
teori behavioristik. Teori behavioristik memandang bahwa belajar adalah
mengubah tingkah laku siswa dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti
menjadi mengerti, dan tugas guru adalah mengontrol stimulus dan lingkungan
belajar agar perubahan mendekati tujuan yang diinginkan, dan guru pemberi hadiah
siswa yang telah mampu memperlihatkan perubahan bermakna sedangkan hukuman
diberikan kepada siswa yang tidak mampu memperlihatkan perubahan makna.
Oleh karenanya, dalam rangka memenuhi tugas mata
kuliah Belajar dan Pembelajaran kelompok kami menyusun makalah teori belajar menurut aliran behaviorisme yang juga
dilatar belakangi oleh rasa ingin tahu kami yang ingin mengetahui lebih lanjut
lagi tentang teori behaviorisme dan diharapkan tidak lagi
muncul asumsi yang keliru tentang pendekatan behaviorisme tersebut,
sehingga pembaca memang benar-benar mengerti apa dan bagimana pendekatan
behaviorisme.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas
dapat dirumuskan permasalahan yang akan kita bahas sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud
dengan teori behaviorisme ?
2. Apa
saja teori yang termasuk ke dalam pandangan behaviorisme ?
3. Apa
kelebihan dan kekurangan dari teori behaviorisme ?
C. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan
dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui
pengertian teori behaviorisme
2. Mengetahui
teori-teori yang termasuk ke dalam pandangan behaviorisme
3. Mengetahui
kelebihan dan kekurangan dari teori behaviorisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Behaviorisme
Teori Belajar behaviorisme adalah teori belajar yang
menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara
stimulus dan respon. teori behaviorisme merupakan sebuah teori yang dicetuskan
oleh Gage dan Berliner. Kemudian teori ini berkembang menjadi aliran psikologi
belajar yang berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan
pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behaviorisme. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behaviorisme dengan model hubungan
stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Seseorang dianggap telah
belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori
ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output
yang berupa respon.
Stimulus adalah segala hal yang diberikan oleh guru kepada pelajar,
sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus
dan respon. Oleh karena itu sesuatu yang diberikan oleh guru (stimulus) dan
sesuatu yang diterima oleh pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur.
Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting
untuk melihat perubahan tingkah laku tersebut terjadi atau tidak.
B. Teori Dalam Pandangan Behaviorisme
Teori
belajar dalam pandangan behaviorisme ada tiga yaitu :
1. Teori Pengkondisian Klasikal dari Pavlov
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses
yang dikemukakan Pavlov melalui
percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan
dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi
yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain
tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala
kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.
Untuk memahami teori kondisioning klasik secara menyeluruh perlu dipahami
ada dua jenis stimulus dan dua jenis respon. Dua jenis stimulus tersebut adalah :
a) Stimulus yang tidak
terkondisi (unconditioned stimulus-UCS), yaitu stimulus yang secara otomatis
menghasilkan respon tanpa didahului dengan pembelajaran apapun (contoh: makanan).
b) Stimulus terkondisi
(conditioned stimulus-CS), yaitu stimulus yang sebelumnya bersifat netral,
akhirnya mendatangkan sebuah respon yang terkondisi setelah diasosiasikan
dengan stimulus tidak terkondisi (contoh : suara bel sebelum makanan datang).
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan
rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan
apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan
binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan
manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia
berbeda dengan binatang.Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi
pipi pada seekor anjing.
Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan
sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum
makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih
dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila
perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan
hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan
keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang sinar merah adalah rangsangan
buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang,
rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur
pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut : Refleks Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih.
Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada
manusia, yang ternyata ditemukan banyak refleks bersyarat yang timbul tidak disadari manusia. Melalui eksperimen tersebut Pavlov menunjukkan bahwa belajar dapat
mempengaruhi perilaku seseorang.
Generalisasi,
Deskriminasi, Pelemahan.
Faktor lain yang juga penting dalam teori belajar pengkondisian klasik
Pavlov adalah generalisasi,deskriminasi,dan pelemahan.
Generalisasi. Dalam mempelajari respon terhadap stimulus serupa, anjing akan
mengeluarkan air liur begitu mendengar suara-suara yang mirip dengan bel,
contoh suara peluit (karena anjing mengeluarkan air liur ketika bel dipasangkan
dengan makanan). Jadi, generalisasi melibatkan
kecenderungan dari stimulus baru yang serupa dengan stimulus terkondisi asli
untuk menghasilkan respon serupa. Contoh, seorang peserta didik merasa gugup
ketika dikritik atas hasil ujian yang jelek pada mata pelajaran matematika. Ketika mempersiapkan ujian Fisika, peserta didik tersbut akan
merasakan gugup karena kedua pelajaran sama-sama berupa hitungan. Jadi
kegugupan peserta didik tersebut hasil generalisasi dari melakukan ujian mata
pelajaran satu kepada mata pelajaran lain yang mirip.
Deskriminasi. Organisme merespon
stimulus tertentu, tetapi tidak terhadap yang lainnya. Pavlov memberikan
makanan kepada anjing hanya setelah bunyi bel, bukan setelah bunyi yang lain
untuk menghasilkan deskriminasi. Contoh, dalam mengalami ujian dikelas yang
berbeda, pesrta didik tidak merasa sama gelisahnya ketika menghadapi ujian
bahasa Indonesia dan sejarah karena keduanya merupakan subjek yang berbeda.
Pelemahan
(extincition). proses melemahnya stimulus yang terkondisi dengan cara menghilangkan
stimulus tak terkondisi. Pavlov membunyikan bel berulang-ulang, tetapi tidak
disertai makanan. Akhirnya, dengan hanya mendengar bunyi bel, anjing tidak
mngeluarkan air liur. Contoh, kritikan guru yang terus menerus pada hasil ujian
yang jelek, membuat peserta didik tidak termotivasi belajar. Padahal,
sebelumnya peserta didik pernah mendapat nilai ujian yang bagus dan sangat
termotivasi belajar.
Dalam bidang pendidikan, teori kondisioning klasik digunakan untuk
mengembangkan sikap yang menguntungkan terhadap peserta didik untuk termotivasi
belajar dan membantu guru untuk melatih kebiasaan positif peserta didik.
2. Teori Connetionisme Thorndike
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya
asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan
respon (R). Dalam eksperimennya, Thorndike menggunakan kucing. Dari eksperimen
kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) tersebut diketahui
bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya
kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau
percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu.
Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning or
selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum
tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini
sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Dari
percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut :
a) Hukum Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh
suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan
menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
b) Hukum Latihan (law of
exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka
asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi
antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih
kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya
tidak dilanjutkan atau dihentikan. Sehingga prinsip dari hokum ini menunjukkan
bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi
pelajaran akan semakin dikuasai.
c) Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung
diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya
tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi
sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan
cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu
perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak
akan diulangi.
Selain tiga hukum di atas Thorndike juga menambahkan hokum lainnya dalam
belajar yaitu Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response), Hukum Sikap
(Set/Attitude), Hukum Aktifitas Berat Sebelah (Prepotency of Element), Hukum
Respon by Analogy, dan Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting).
3. Teori Operant Conditioning dari
B.F.Skinner
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu
mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia
mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana dan dapat menunjukkan
konsepnya tentang belajar secara komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara
stimulus dan respons yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang
kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang
digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.
Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar perlu
terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta
memahami respons yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin
akan timbul sebagai akibat dari respons tersebut.
Skinner juga mengemukakan bahwa, dengan menggunakan perubahan-perubahan
mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya
masalah. Sebab, setiap alat yang dipergunakan perlu penjelasan lagi,
demikian seterusnya. Dari semua pendukung teori behavioristik,teori Skinnerlah yang
paling besar pengaruhnya. Program-program pembelajaran seperti Teaching
Machine, pembelajaran berprogram, modul, dan program-program
pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta
mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan
program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan
oleh Skinner.
a) Penguatan (Reinforcement)
Menurut Skinner,
untuk memperkuat perilaku atau menegaskan perilaku diperlukan suatu penguatan (reinforcement). Ada juga jenis penguatan, yaitu penguatan positif dan penguatan negative.
b) Penguatan positif (positive
reninforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari suatu respon akan meningkat
karena diikuti oleh suatu stimulus yang mengandung penghargaan. Jadi, perilaku
yang diharapkan akan meningkat karena diikuti oleh stimulus menyenangkan.
Contoh, peserta didik yang selalu rajin belajar sehingga mendapat rangking satu
akan diberi hadiah sepeda oleh orang tuanya. Perilaku yang ingin diulang atau ditingkatkan adalah rajin belajar sehingga menjadi rangking satu
dan penguatan positif/stimulus menyenangkan adalah pemberian sepeda.
c) Penguatan negatif (negative reinforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari suatu respon akan meningkat
karena diikuti dengan suatu stimulus yang tidak menyenangkan yang ingin
dihilangkan. Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti
dengan penghilangan stimulus yang tidak menyenangkan. Contoh, peserta didik sering
bertanya dan guru menghilangkan/tidak mengkritik terhadap pertanyaan yang tidak
berkenan dihati guru sehingga peserta didik akan sering bertanya. Jadi, perilaku
yang ingin diulangi atau ditingkatkan adalah sering bertanya dan stimulus
yang tidak menyenangkan yang ingin dihilangkan adalah kritikan guru sehingga
peserta didik tidak malu dan akan sering bertanya karena guru tidak mengkritik
pertanyaan yang tidak berbobot/melenceng.
d) Hukuman
Hukuman (punishmen) yaitu suatu konsekuensi yang menurunkan peluang terjadinya suatu
perilaku. Jadi, perilaku yang tidak diharapkan akan menurun atau bahkan hilang
karena diberikan suatu stimulus yang tidak menyenangkan. Contoh, peserta didik
yang berperilaku mencontek akan diberikan sanksi, yaitu jawabannya tidak
diperiksa dan nilainya 0 (stimulus yang tidak menyenangkan/hukuman). Perilaku
yang ingin dihilangkan adalah perilaku mencontek dan jawaban tidak diperiksa
serta nilai 0 (stimulus yang tidak menyenangkan atau hukuman).
Perbedaan antara penguatan negatif dan hukuman terletak pada perilaku yang
ditimbulkan. Pada penguatan negatif, menghilangkan stimulus yang tidak
menyenangkan (kritik) untuk meningkatkan perilaku yang diharapkan (sering
bertanya). Pada hukuman, pemberian stimulus yang tidak menyenangkan nilai 0
untuk menghilangkan perilaku yang tidak diharapkan (perilaku mencontek).
C. Kelebihan dan Kekurangan Teori Behavioristik
1. Kelebihan Teori Behavioristik
Kelebihan teori behaviorisme adalah sebagai berikut:
a) Teori ini cocok
diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang
dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
b) Membiasakan guru
untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar
2. Kelemahan Teori
Behavioristik
Kelemahan teori
behaviorisme adalah sebagai berikut:
a) Pembelajaran siswa
yang berpusat pada guru (teacher centered
learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan
diukur.
b) Murid hanya
mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan
hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa (teori skinner) baik
hukuman verbal maupun fisik seperti kata-kata kasar, ejekan, jeweran
yang justru berakibat buruk pada siswa.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas kami dapat menyimpulkan bahwa teori belajar behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia
sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon, serta memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi
respon terhadap lingkungan,pengalaman dan latihan yang akan membentuk prilaku
mereka.
Teori
belajar dalam pandangan behaviorisme ada tiga yaitu : teori pengkondisian klasikal dari Pavlov,teori connetionisme Thorndike, teori operant
conditioning dari
B.F.Skinner.
Adapun
kelebihan dan kekurangan teori behaviorisme yaitu :
1.Kelebihan teori Behavioristik
a) Teori ini cocok
diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang
dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
b) Membiasakan guru
untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar
2. Kelemahan Teori
Behavioristik
a) Pembelajaran siswa yang
berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan
diukur.
b) Murid hanya
mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
3.2 Saran
Dari makalah ini diharapkan dapat menjadi bekal kita nantinya sebagai calon
pendidik agar tercapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efesien.
DAFTAR
PUSTAKA
Bell,
Margareth E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Davies,
Ivon K. 1987. Pengelolaan
Belajar.
Jakarta: Rajawali Pers.
Gredler,
Margaret E. Bell. 1994. Belajar dan
pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.