PERWIRA MUDA YANG TANGGUH, GUGUR DI USIA 17 TAHUN.
Jakarta - Tampan, pintar, dan berjiwa pemimpin. 3 kata itu mungkin tepat untuk menggambarkan sosok Daan Mogot, perwira tangguh yang gugur diusia sangat muda, 17 tahun.
Daan Mogot memiliki nama asli Daniel Elias Mogot, pria
kelahiran 28 Desember 1928 ini sudah menjadi pelatih Pembela Tanah Air (PETA)
saat usianya 14 tahun. Wajahnya yang tampan dan hidungnya yang mancung sering
membuat Daan Mogot dikira memiliki darah Belanda. Namun nyatanya dia merupakan
putra Manado asli.
Daan Mogot dibesarkan di lingkungan keluarga polisi
dan tentara, ayahnya bernama Nicolas Mogot dan ibunya Emilia Inkiriwang. Dia
merupakan anak kelima dari tujuh bersaudara. Daan Mogot merupakan sepupu dari
Kolonel Alex Kaliwarang yang pada masa itu menjabat sebagai Panglima Divisi
Siliwangi dan juga sepupu dari Irjen Pol A. Gordon Mogot mantan Kapolda
Sulawesi Utara.
Saat usianya 11 tahun, Daan Mogot ikut hijrah bersama
keluarganya dari Manado ke Jakarta dan menempati rumah di Jalan Cut Mutia di
Jakarta Pusat. Ayah Daan Mogot ditugaskan menjadi Kepala Lapas Cipinang,
Jatinegara, Jakarta Timur.
Kecerdasan dan keterampilan yang dimiliki Daan Mogot
membuat jalan karier militernya berjalan mulus. Tahun 1942 dia mulai bergabung
di militer dan ketika usianya 14 tahun dia ditunjuk menjadi instruktur Pembela
Tanah Air (Peta) di Tabanan, Bali. Dia lalu dipromosikan menjadi staf di Markas
Besar Peta Jakarta.
Saat kejatuhan Jepang dan usai Proklamasi 1945, Daan Mogot
menjadi salah satu tokoh pemimpin Barisan Keamanan Rakyat (BKR) dan Tentara
Keamanan Rakyat (TKR) dengan pangkat Mayor.
Pengalaman di militer mendorong Daan Mogot membentuk
Akademi Militer untuk membina para anak muda menjadi tentara yang tangguh agar
bisa menjaga keutuhan dan kedaulatan negara. Pada November 1945, Daan Mogot
mendirikan Akademi Militer Tangerang.
Daan Mogot menjadi Direktur di akademi tersebut. Jabatan itu merupakan puncak karier Daan Mogot sebelum akhirnya dia menghembuskan nafas terakhir dalam pertempuran di Hutan Lengkong, Tangerang pada 25 Januari 1946. Timah panas tentara Jepang menghujam paha dan dada kanan Daan Mogot. Mayor muda berusia 17 tahun itu gugur bersama dengan 36 tentara lainnya.
Daan Mogot menjadi Direktur di akademi tersebut. Jabatan itu merupakan puncak karier Daan Mogot sebelum akhirnya dia menghembuskan nafas terakhir dalam pertempuran di Hutan Lengkong, Tangerang pada 25 Januari 1946. Timah panas tentara Jepang menghujam paha dan dada kanan Daan Mogot. Mayor muda berusia 17 tahun itu gugur bersama dengan 36 tentara lainnya.
Daan Mogot mendapatkan Bintang Mahaputra pada 1966,
namanya lalu diabadikan sebagai nama jalan yang menghubungkan dua provinsi
Tangerang dan Jakarta.
70 tahun berlalu sejak peristiwa Lengkong, namun nama
Daan Mogot masih akan terus dikenang. Bukan hanya dikenang sebagai nama ruas
jalan yang membentang dari Tangerang hingga Jakarta Barat, tetapi juga semangat
Daan Mogot bisa menjadi contoh bagi generasi muda saat ini.
di kutip dari berbagai Sumber.